Me'

Me'
Jogyakarta

Minggu, 07 November 2010

Askep konjungtivitis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman dan suara.
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks, menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Sebelumnya, pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah membrana mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata (palpebra) dan berlanjut ke batas korneosklera permukaan anterior bola mata. Sedangkan pengertian konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
Menurut sumber lainnya, Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu penyakit mata yang bisa mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat tertular konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita harus memahami tentang penyakit konjungtivitis agar dapat memutus mata rantai dari penularannya.

B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara umum yaitu untuk mengetahui tentang Konsep Dasar Medis dan Konsep Dasar Keperawatan tentang Konjungtivitis.
2.    Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara khusus adalah sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui tentang definisi Konjungtivitis.
b.   Untuk mengetahui tentang klasifikasi dan etiologi Konjungtivitis.
c.    Untuk mengetahui tentang patofisiologi Konjungtivitis.
d.   Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis Konjungtivitis.
e.    Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik Konjungtivitis.
f.    Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Konjungtivitis.
g.   Untuk mengetahui tentang pencegahan Konjungtivitis.
h.   Untuk mengetahui tentang prognosis Konjungtivitis.
i.     Untuk mengetahui tentang pengkajian pada pasien Konjungtivitis.
j.     Untuk mengetahui tentang penyimpangan KDM Konjungtivitis
k.   Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan Konjungtivitis.
l.     Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional asuhan keperawatan Konjungtivitis.



BAB II
ISI
1.      KONSEP DASAR MEDIS
A.  Definisi
          Conjunctivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
          Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
          Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh  sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.

B.  Klasifikasi dan Etiologi
1)  Konjungtivitis  Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
2)    Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
3)    Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4)    Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing).
5)   Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore ).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
a.         Gonococ
b.         Chlamydia ( inklusion blenore )
c.         Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
Gonore                    : 1 – 3 hari
Chlamydia             : 5 – 12 hari

C.  Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea  terkena.    

D.  Manifestasi klinis
            1).  Konjungtivitis Bakteri
 Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau mukus dan berkembang menjadi purulen yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari. Eksudasi lebih berlimpah pada konjungtivitis jenis ini. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
2).   Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Sering disertai urethritis. Infeksi mata menunjukkan sekret purulen yang masif. Gejala lain meliputi mata merah, iritasi, dan nyeri palpasi. Biasanya terdapat kemosis, kelopak mata bengkak, dan adenopati preaurikuler yang nyeri. Diplokokus gram negatif dapat diidentifikasi dengan pewarnaan Gram pada sekret. Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik.
3).   Konjungtivitis Alergi
a. Mata gatal
b. Panas
c. Mata berair
d. Mata merah
e. Kelopak mata bengkak.
f. Pada anak biasanya disertai riwayat atopi lainnya seperti rhinitis alergi, eksema, atau asma.
g. Pada pemeriksaan laboratorium  ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil.

4).   Konjungtivitis Viral                                            
Gejalanya : Pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia dan sensasi adanya benda asing pada mata. Epifora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri periorbital. Konjungtivitis dapat disertai adenopati, demam, faringitis, dan infeksi saluran napas atas.

5).  Konjungtivitis blenore
Tanda – tanda blenore adalah sebagai berikut:
a.       Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO.
b.      Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
c.       Memberikan sekret purulen padat sekret yang kental.
d.      Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari.
e.       Perdarahan subkonjungtiva dan kemotik.

E.  Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.

F.   Penatalaksanaan
1)   Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, dll. selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata
disertai  antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4–5 kali sehari.

2)   Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Penatalaksanaan keperawatan:
a.       Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
b.      Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dan terisolasi
Medika mentosa:
a.    Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 – 20.000 unti /ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
b.    Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
c.    Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
d.   Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut – turut negatif.

3)   Konjungtivitis alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa Kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat Antihistamin atau bahan vasokonstriktor dan pemberian Astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan  membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin(garam fisiologis). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.

4)   Konjungtivitis viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin/dekongestan topikal. Tersedia bebas di pasaran. Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.

5).   Konjungtivitis blenore
Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasanya disesuaikan dengan diagnosis.
Pengobatan konjungtivitis blenore:
a.    Penisilin topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda – tanda perbaikan.
b.    Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
c.    Kadang – kadang perlu diberikan bersama – sama dengan tetrasiklin untuk infeksi chlamydia yang banyak terjadi.

G. Pencegahan
a.       Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b.      Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
c.       Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d.      Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e.       Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f.       Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g.      Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.
h.      Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.

H.  Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh 10-14 hari. Bila diobati, sembuh dalam 1-3 hari. Konjungtivitis karena staphilokokus sering menjadi kronis. 
B.     Konsep Dasar Keperawatan
A.    Pengkajian
1.    Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, penanggung jawab.
2.    Riwayat kesehatan sekarang
a). Keluhan Utama :
 Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan   kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
b).  Sifat Keluhan :
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat ke
luhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c). Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
    Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
4.    Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
a)    Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang meliputi:
1)   Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan megurang ke arah limbus.
2)   Kemungkinan adanya sekret:
a.    Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat bangun tidur.
b.    Berair/encer pada infeksi virus.
3)   Edema konjungtiva
4)   Blefarospasme
5)   Lakrimasi
6)   Konjungtiva palpebra (merah, kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
7)   Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane pada infeksi pneumokok. Kadang –kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil – kecil baik di konjungtiva palpebra maupun bulbi yang biasanya disebabkan pneumokok atau virus.
8)   Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat halo.
C.       Diagnosa keperawatan
1.    Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva.
Ditandai dengan :
a)    Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan raut muka / wajah.
b)   Klien terlihat kesakitan (ekspresi nyeri).
Kriteria hasil :
a)    Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi dan Rasional
1)   Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
R/ untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat.
2)   Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam  dan teratur.
                     R/ Berguna dalam intervensi selanjutnya.
3)   Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman aman dan tenang
     R/ Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
4)   Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik.  
R/ Menghilangkan nyeri,karena memblokir saraf penghantar nyeri.
Evaluasi
1)   Mendemostrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
2)   Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
3)   Menunjukkan perasaan rileks.

2. Gangguan rasa nyaman: pruritus b/d edema dan iritasi konjungtiva
    Ditandai dengan :
a)    Peningkatan eksudasi, fotofobia, lakrimasi dan rasa nyeri.
Kriteria Hasil :
a)    Klien dapat beradaptasi dengan keadaan yang sekarang.
b)   Mengungkapkan peningkatan kenyamanan di daerah mata.
c)    Berkurangnya lecet karena garukan.
d)   Penyembuhan area mata yang telah mengalami iritasi.
e)    Berkurangnya kemerahan.
Intervensi dan Rasional :
1)   Kompres tepi palpebra ( mata dalam keadaan tertutup ) dengan larutan salin selama kurang lebih 3 menit.
R/ melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebra.
2)   Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali.
R/ membersihkan palpebra dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
3)   Beritahu klien agar tidak menutup mata yang sakit.
R/  mata yang tertutup merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
4)   Anjurkan klien menggunakan kacamata ( gelap ).
R/ pada klien fotobia, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
5)   Anjurkan pada klien wanita dengan konjungtivitis alergi agar menghindari atau mengurangi penggunaan tata rias hingga semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi sumber alergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata pelindung bagi klien yang bekerja dengan bahan kimia iritan.
R/mengurangi ekspose alergen atau iritan.
6)   Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata dan ajarkan lien cara menggunakan obat mata dan ajarkan klien cara menggunakan obat tetes mata atau salep mata.
R/mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata.
7)   Kolaborasi dalam pemberian
a.    Antibiotik.
R/ mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infekstif dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya kelopak mata pada siang hari.
b.    Analgesik ringan seperti asetaminofen.
R/ mengurangi nyeri seperti nyeri periorbital pada konjungtivitis viral.
c.    Vasokonstriktor seperti nafazolin.
R/mengurangi dilatasi pembuluh darah pada konjungtivitis alergi.
d.   Antihistamin oral

3.      Gangguan konsep diri  (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata
Ditandai dengan :    
a.    Klien  menutupi daerah bagian mata.
b.    Klien menolak untuk bertemu dengan orang lain.
Kriteria Hasil:
a.        Klien dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa penyimpangan.
b.      Klien dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan yang positif.
Intervensi  :
1)   Kaji tingkat penerimaan klien.
R/ untuk mengetahui tingkat ansietas yang dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
2)   Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan yang dialaminya.
R/ membantu pasien atau orang terdekat untuk memulai menerima perubahan.
3)   Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
R/  kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
4)      Jelaskan perubahan yang terjadi berhubungan dengan penyakit yang dialami.
R/  memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada pasien/orang terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
5)      Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
R/  menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.
Evaluasi
1)   Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
2)   Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.

4.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
Ditandai dengan :
a.    Klien mengatakan tentang kecemasannya.
b.    Klien terlihat cemas dan gelisah.
Kriteria hasil :
a.    Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
b.    Klien dapat menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
c.    Menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi dan Rasional :
1)   Kaji tingkat ansietas atau kecemasan.
R/ Bermanfaat dalam penentuan intervensi yang tepat sesuai dengan               kebutuhan klien.
2)   Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya.
3)   Beri dukungan moril berupa doa terhadap pasien.
R/ Memberikan perasaan tenang kepada klien.
4)   Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
R/ Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi yang nyata,    mengklarifikasi kesalahpahaman dan pemecahan masalah.
5)   Identifikasi sumber atau orang yang menolong.
R/ Memberi penelitian bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
Evaluasi
1)   Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas.
2)   Mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit.

5.      Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil :
a.    Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Intervensi dan Rasional :
1)      Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar.
 R/ Dengan membersihkan mata dan irigasi maka mata menjadi bersih.
2)      Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
 R/ Pemberian antibiotika diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi
3)      Pertahankan tindakan septik dan anseptik.
R/ Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat maupun   dari perawat ke pasien.
4)      Beritahu klien mencegah pertukaran sapu tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tisu ini harus dibuang setelah pemakaian satu kali saja.
R/  Meminimalkan risiko penyebaran infeksi.
5)      Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau kontak  sembarangan dengan mata.
R/  Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.
6)      Beritahu klien teknik cuci tangan yang tepat. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau handuk bersih. Beritahu lien untuk menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa menyentuhkan ujung botol pada mata/bulu mata klien.
R/ Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman sehinggaa penyebaran infeksi dapat dicegah.
7)      Bersihkan alat yang digunakan untuk memeriksa klien.
R/ Mencegah infeksi silang pada klien yang lain.
Evaluasi
1)   Tidak terjadi tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.

6.      Resiko tinggi cedera b/d keterbatasan penglihatan.
Kritera hasil :
a.    Cedera tidak terjadi.
b.     Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko cedera.
c.     Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.
Intervensi dan Rasional :
1)      Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk mata, membungkuk.
R/ menurunkan resiko jatuh atau cidera.
2)   Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
R/ mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
3)   Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
R/ meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi pasien.
4)   Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
R/ mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
5)        Bersihkan sekret mata dengan cara yang benar.
R/ sekret mata akan membuat pandangan kabur.
6)        Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata  dan salep mata.
R/ Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.
7)      Gunakan kacamata gelap.
R/  Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.   
Evaluasi
1)      Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cidera.
2)      Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko  dan melindungi diri dari cidera.
3)      Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
       
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konjungtivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Oleh karena itu, konjungtivitis terbagi menjadi beberapa tipe antara lain; Konjungtivitis  Bakteri, Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut, Konjungtivitis Viral, Konjungtivitis Alergi, dan Konjungtivitis blenore. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan pada pasien konjungtivitis tergantung dari penyebab dan tipe yang diderita.  Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilihat seperti pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.Pada pemeriksasan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
Penatalaksanaan konjungtivitis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara baik penatalaksanaan medis maupun keperawatan. Karena konjungtivitis mudah ditularkan dari orang ke orang, maka kita sebaiknya harus melakukan tindakan pencegahan seperti tidak memakai peralatan secara bersamaan dengan penderita konjungtivitis, selalu mencuci tangan setelah melakukan kontak langsung dengan penderita konjungtivitis, dll. Prognosis konjungtivitis itu sendiri adalah Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh dengan sendirinya maupun dengan pengobatan.
B.     Saran
Penulisan makalah  ini memuat saran-saran yang ditujukan ke berbagai pihak, antara lain:
1.    Bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada Konjungtivitis.
2.    Bagi pembaca agar memperbaiki segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini, sehingga makalah ini dapat terbit dengan kondisi yang lebih baik.