Me'

Me'
Jogyakarta

Rabu, 19 Oktober 2011

Makalah Spina Bifida

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui. Salah satu kelainan congenital yang sering terjadi adalah meningokel.
Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya
defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal korda spinalis atau penutupnya. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.
b. Tujuan Khusus
Agar para pembaca mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan bisa memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan yang telah ditentukan.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter. Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283).
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136).
Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144)
Pembagian disrafisme spinal antara lain:
a. Spina bifida okulta Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan.
b. Meningokel spinalis Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis atau sebagian medulla spinalis.
c. Meningomielokel Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa serabut spinalis atau sebagian medulla spinalis.
d. Mielomeningosistokel Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf yang membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis.
e. Rakiskisis spinal lengkap Tulang belakang terbuka seluruhnya
2. Etiologi/ Penyebab
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468)
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885)
3. Gambaran Klinis
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena. Pada meningokel dapat ditemukan:
a. Kantong herniasi CSS yang dapat dilihat pada daerah lumbosakral
b. Hidrosefalus.
4. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari meningens dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena. Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral atau sacral.
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum.
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Halhal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468).
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio. Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik secara lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering menyertainya (90% sampai 95%). (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885).
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadangkadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
5. Deteksi Prenatal
Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka selama masa prenatal. Pemindaian ultrasuara pada uterus dan peningkatan konsentrasi alfafetoprotein (AFP), suatu gamma, globulin yang spesifik pada fetus, dalam cairan amnion mengindikasikan adanya arensefali atau
Mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang normalnya menurun, dan pada saat yang tepat untuk melakukan aborsi terapeutik. Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus sampling, CVS) juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa prenatal.
Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar dapat menurunkan disfungsi motorik. (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)
6. Penatalaksanaan Medis dan Bedah
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh. y y Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah diperlukan y Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranium y Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis





7. Penyimpangan KDM






























B. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a. Anamnesa :
a) Identitas bayi.
b) Identitas ibu
b. Riwayat kehamilan ibu.
Kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat pada usia 16-18 minggu 4. Riwayat kelahiran. Seksio sesarae terencana atau normal
c. Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida
d. Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki
2. Pemeriksaan Fisik.
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel
a) Kantong yang dapat dilihat
b) Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik parallel
1) Di bawah vertebra lumbal kedua
• Flaksid, paralis parsial arefleksik pada ekstremitas bawah
• Berbagai derajat defisit sensori
• Inkontenensia aliran berlebihan dengan penetesan urin konstan
• Kurang kontrol defikasi
• Prolapsus rektal (kadang-kadang)
2) Di bawah vertebra sakrum ketiga.
• Tidak ada kerusakan motorik.
• Dapat berupa anestesia sadel dengan paralis sfingter kandung kemih dan sfingter anus.


3) Deformitas sendi (terkadang terjadi di uterus).
• Talipes valgus atau kontraktur varus.
• Kifosis
• Skoliosis lumbosakral
• Dislokasi pinggul
c) Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis untuk menentukan tingkat kerusakan motorik dan sensorik
d) Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan pada penampilan, sebagai contoh, abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi.
e) Observasi adanya tanda-tanda hidrosefalus.
f) Observasi adanya tanda-tanda alergi lateks .
g) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian.
h) Radiologi.
i) Tomografi
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
b. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
c. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi lateks
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial .
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga
g. Resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik
h. Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif
j. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
4. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
Tujuan : Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf pusat dengan Kriteria hasil Hasil yang di harapkan kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukkan buktibukti infeksi
Intervensi / rasional
1) Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses
2) Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal steril bila bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi.
3) Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi (salin normal, antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong.
4) Berikan antibiotik sesuai resep Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu, peka rangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan pengobatan dalam pengobatan
5) Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi.
b. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal dengan criteria hasil Kantong meningeal tetap utuh Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi keperawatan/ Rasional
1) Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan
2) Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic bedah, potong sesuai ukuran dan sesuai ukuran dan tempelkan dibawah kantong di samping sacrum dan selimuti dengan longgar untuk memberikan lapisan pelindung
3) Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan, merapikan tempat tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah trauma
c. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
Sasaran: pasien tidak mengalami tekanan intracranial, dengan criteria hasil tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang tepat diimplementasikan.
Intervensi keperawatan/rasional
1) Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi peningkatan tekanan intracranial dan terjadinya hidrosefalus.
2) Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang menunjukkan terjadinya hidrosefalus., Peka rangsang, Latergi Bayi, Menangis bila diangakat atau digendong: diam bila tetap berbaring, Peningkatan lingkar oksipitofrontal, Peregangan sutura, Perubahan tingkat kesadaran Anak, Sakit kepala (khusus di pagi hari), Apatis Konfusi.
d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi lateks
Tujuan : Pasien mengalami pemajanan minimum pada lateks dengan criteria hasil Anak tidak mengalami reaksi alergi terhadap lateks
. Intervensi keperawatan/rasional
1) Identifikasi anak dengan alergi lateks Jaga agar lingkungan bebas lateks untuk menurunkan pemajanan
2) Ajari anggota keluarga dan pemberi perawatan lain (mis., pekerja perawatan sehari, guru) tentang hal-hal berikut:
3) Risiko alergi lateks dan hal-hal yang harus dihindari untuk menurunkan pemajanan
4) Tanda-tanda alergi (dari gatal-gatal, ruam, dan mengi pada anafilaktik) untuk mendeteksi reaksi dengan cepat
5) Tindakan kedaruratan, termasuk penggunaan kit anafilaktik dan memanggil pelayanan medis darurat, untuk mencegah keterlambatan tindakan.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
Tujuan : pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal dengan criteria hasil Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesejajaran yang benar.
Intervensi keperawatan/rasional
1) Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma
2) Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah kontraktur
3) Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral untuk mencegah kontraktur
4) Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang dirancang khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga
Tujuan : Anggota keluarga mempertahankan sistem fungsi dukungan mutual satu sama lain dengan Kriteria hasil Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan control emosi..


Intervensi keperawatan/rasional
1) Beri dukungan emosional kepada orang tua Bantu keluarga dalam menghadapi kekhawatirannya terhadap situasi.
2) Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi dan mendukung untuk keluarga
3) Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarganya yang sakit bila memungkinkan (member makan, memandikan, memakai baju, ambulasi)
4) Bantu anggota keluarga mengubah harapan anggota keluarga yang sakit dengan sikap realistis.
g. Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik dan ketidakcukupan pengetahuan
Tujuan: Keluarga mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi. dengan criteria hasilAnsietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol Anggota keluarga dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab dan factor penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau control gejala.
Intervensi keperawatan/rasional
1) Dapatkan jalan masuk ke dalam system keluarga, jangan mengambil alih.
2) Hindari kesan memaksa Dengarkan untuk mengetahui kesesuaian antara kekhawatiran, hindari memberi harapan
3) Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan yang diungkapkan dengan layanan yang diberikan perawat.
4) Gali dengan orang tua tentang penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada masa lalu untuk meningkatkan percaya diri.
5) Kumpulkan ekspresi tentang perasaan, keperhatinan, dan pertanyaan dari individu dan keluarga untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga
6) Beri dorongan keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan berdasarkan informasi untuk meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif keluarga.
h. Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif.
Tujuan : Mendemonstrasikan peningkatan perilaku kedekatan, seperti menggendong bayi dengan dekat, tersenyum dan bicara pada bayi, dan mencari kontak mata dengan bayi dengan criteria hasil Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai bayi.
Intervensi keperawatan/rasional
1). Izinkan orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi sebelum dipindahkan
2). Anjurkan kunjungan dini untuk ibu bila mungkin, buat hubungan telefon yang sering dengan pemberi perawatan bayi bila kunjungan tidak memungkinkan.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif.
Tujuan : Individu menunjukkan integritas kulit bebas dekubitus
Intervensi keperawatan/rasional
1). Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya setiap 30 menit sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit
2). Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah untuk mencegah dekubitus

j. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Tujuan : Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi dengan krtiteria hasil Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal normal.
Intervensi keperawatan/rasional.
1) Beri dosis sedikit tetapi sering
2) Pasang infuse
3) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah intake makanan bayi.
5. Implementasi
a. Minimalkan resiko infeksi pada sebelum dan sesdah operasi
b. Jaga pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal.
c. Deteksi dini tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial.
d. Minimalkan pemajanan lateks
e. Pertahankan asupan nutrisi dan cairan
f. Pantau adanya tanda dan gejala infeksi
g. Lakukan perawatan luka operasi: gunakan teknik steril ketika mangganti dan menguatkan balutan
h. Ajarkan pada orang tua tentang pelaksanaan pelatihan jangka panjang
i. Beri informasi pada orang tua tentang teknik-teknik yang memfasilitasi mobilitas dan kemandirian
j. Beri pendidikan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan normal serta penyimpangan-penyimpangannya dari normal.
6. Evaluasi
a. Apakah anak terhidrasi dengan baik dan mempertahankan berat badannya
b. Apakah anak bebas dari infeksi.
c. Apakah Anak dan orang tua menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan perawatan jangka panjang di rumah dan bebas dari komplikasi.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi.
B. Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marillyn E,dkk. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3..Jakarta: EGC.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.
Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip Kepeawatan Pediatrik.Jakarta:EGC
Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 . Jakarta:EGC
http://medicastore.com/penyakit/915/Spina_Bifida_Sumbin
Rizqi Hajar Dewi. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Spina Bifida Dengan Meningokel.http://www.scribd.com/doc/30381861/Asuhan-Keperawatan-Spina-Bifida-Dengan-Meningokel?secret_password=&autodown=docx. 01 Mei 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar