Me'

Me'
Jogyakarta

Rabu, 19 Oktober 2011

Makalah Struma

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
1. Untuk mengetahui Definisi Struma endemic
2. Untuk mengetahui klasifikasi Struma endemic
3. Untuk mengetahui Etiologi Struma endemic
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Struma endemic
5. Untuk mengetahui Penyimpangan KDM struma endemic
6. Untuk mengetahui Manifestasi klinis Struma endemic
7. Untuk mengetahui Data penunjang Struma endemic
8. Untuk mengetahui Komplikasi Struma endemic
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Struma endemic
10. Untuk mengetahui Konsep ASKEP Struma endemic yang meliputi Pengkajian,pemeriksaan fisik, diagnose keperawatan,intervensi dan rasional.




BAB II
ISI
A. Konsep Medis
1. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).

2. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1.Berdasarkan jumlah nodul :
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu: nodul dingin,nodul hangat dan nodul panas.
3.Berdasarkan konsistensinya:
Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

3. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batu bara.
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
e. .Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan oleh astruma endemic yaitu
a. Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan
b. Rasa tercekik di tenggorokan
c. Nyeri
d. Suara serak
e. Kesulitan menelan
f. Kesulitan bernafas.
g. Disfagia

6. Data penunjang
a. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG ialah :
a. Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
b. Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai halo yaitu suatu lingkaran hipoekonik disekelilingnya.
c. Kemungkinan karsinoma : nodul padat, biasanya tanpa halo.
d. Tiroiditis hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan, lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.
c. Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
d. Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan panas dengan sekitarnya > 0.9C dan dingin > 0.9C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
Khususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut Gobien, ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik tiroid adalah 98 %

7. Komplikasi
Komplikasi tiroidektomi
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).

8. Penatalaksanaan
a. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

d. Penatalaksanaan Bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
1. Terapi : pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa yang menekan.
2. Ekstirpasi :penyakit keganasan.
3. Paliasi : eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala penekanan mengganggu.

a. Reseksi Subtotal
Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik, struma multinodular non toksik.
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus, yang memotong pembuluh darah tiroidea superior, vena + hyroidea media dan vena tiroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus piramidalis. Ligasi pembuluh darah tiroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior dapat menimbulkan perubahan suara yang bermakna.
Sisa thyroidea dari lobus kiri harus sekitar 3 sampai 4 gram. Ini dapat dinilai dengan menilai berbagai ukuran thyroidea pada timbangan. Lobus dapat dieksisi lengkap dengan memotong isthmus atau ia dapat dijaga kontinyu dengan isthmus yang dikupas bebas dari tracea di bawahnya.
b. Lobektomi Total
Dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroidea dan bila penyakit unilobaris yang mendasari tidak pasti.
Bila dilakukan pengupasan suatu lobus, untuk tumor ganas maka pembuluh darah tiroidea superior, vena tiroidea media dan vena tiroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroidea dan nervus laryngeus diidentifikasi dan dilindungi. Lobus tiroidea diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroidea terlihat dekat cabang terminal fasia (ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligamentum dan biasanya di bawah cabang terminal arteria tiroidea inferior.
Pada sejumlah tumor ganas seperti varian folikularis dan meduler direkomendasikan lobektomi total bilateral dengan pengupasan kelenjar limfe sentral.
Pengobatan untuk nodul tiroid yang bukan tiroiditis atau keganasan :
- Apabila didapatkan nodul hangat, dapat diberikan preparat l-thyroxin selama 4-5 bulan dan kemudian sidik tiroid dapat diulang. Apabila nodul mengecil maka terapi dapat diteruskan namun apabila tidak mengecil dilakukan biopsi aspirasi atau operasi.
- Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm observasi saja, tetapi kalau > 2,5 mm terapinya ialah operatif karena dikhawatirkan mudah timbul hipertiroidisme.





B. Konsep ASKEP
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,atrofi otot.
b. Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
c. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
d. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
e. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
f. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
g. Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptalmus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
h. Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
- Pembengkakan :
• bentuk : - diffus atau lokal
• ukuran : besar dan kecil
• permukaan : halus atau modular
• keadaan : kulit dan tepi
• gerakan : pada waktu menelan.
Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.
b. Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan tepinya.
- Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya).
- Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).
- Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras).
- Mobilitas.
- Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.
- Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.
- Nyeri pada penekanan atau tidak.
c. Perkusi
- Jarang dilakukan
- Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.
d. Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.

3. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tak efektif berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trachea
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat akibat disfagia
3. Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk leher
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.


5. Gangguan rasa aman : Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit ,pengobatanya / persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
4. Intervensi dan rasional
Diagnosa 1 ;
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Intervensi dan rasional
a. I / Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
R / Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
b. I / Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
R/ Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
c. I / Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
R / Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
d. I / Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokong kepala dengan bantal.
R / Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
e. I / Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
R / Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.
f. I / Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.
R / Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri.
g. I / Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
R / Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
h. I / Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
R / Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
Diagnosa 2
Tujuan yang ingin dicapai : Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi dan bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi dan rasional
a. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari perhatikan tingkat energy,keinginana untuk makan dan anoreksia
R / Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpanagn dari normal/dari dasar pasien dan mempengarui pilihan intervensi.
b. I / Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan
R / membuat data dasar , membantu dalam memntau keefektifan atursn terapeutik,dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam penurunan berat badan.
c. I / Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam,riwayat makanan,jumlah kaloori yang tepat.
R / Mengidentifikasi keseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan actual.
d. I / berikan larutan nutrisi pada kecepatsn yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai kebutuhan.Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran.
R / ketentuan dukungan nutrisi didasarkan pada perkiraan kebutuhan kalori dan protein. Kecepatan konsisten dari pemberian nutrisi akan menjamin penggunaan tepat dengan efek samping lebih sedikit

Diagnosa 3
Tujuan: mengungkapkan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri diungkapkan secara verbal
I/ Kaji pandangan klien terhadap penampilan dirinya
R/ Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatakan kemajuan kesehatannya.
I/ Bina hubungan saling percaya
R/ Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang teraupetik perawat dan klien.
I/ Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita
R/Ungkapan perasaan klien kepada perawat sebagai bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat.
I/ Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
R/ Memberikan hal yang positif atau pengakuan akan meningkatkan harga diri klien


Diagnosa 4
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
Intervensi dan rasional
a. I / Kaji fungsi bicara secara periodik.
R / Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
b. I / Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.
R / Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
c. I / berikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
R / Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
d. I / Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
R / Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
e. I / Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.
R / Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.
f. I / Pertahankan lingkungan yang tenang.
R / Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.

Diagnosa 5
Tujuan : klien tampak rileks, melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi, mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat untuk membagikan perasaannya

I/ Kaji tingkat kecemasan dengan skala 0-5.
R/Pengkajian yang dilakukan menegaskan bahwa rasa cemas yang dirasakan berhubungan dengan krisis situasi yang dialami oleh klien.
I/Berikan lingkungan yang menyenangkan agar klien dapat isirahat
R/Suasana sekitar lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan periode istirahat klien dan kenyamanan psikologis
I/Observasi tanda – tanda vital setiap 8 jam
R/Perubahan pada tanda-tanda vital (peningkatan denyut nadi/frekuensi pernapasan) menunjukkan tingkat ansietas yang dialami pasien atau merefleksikan gangguan-gangguan faktor psikologis misalnya ketidakseimbangan endokrin.
I/Berikan obat ansietas (tranzquilizer, sedatif) dan pantau efeknya
R/dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan untuk menurunkan pengaruh dari sekresi hormon tiroid yang berlebihan

Diagnosa 6
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Intervensi dan rasional
a. I / Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
R / Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
b. I / Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.
R / Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
c. I / Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
R / Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
d. I/ Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
R / Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
e. I / Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
R / Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
f. I / Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.
R / Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
a. I / Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
b. I / Berikan es jika ada indikasi












BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi.Klasifikasi dari struma nodosa non toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya.Etiologi dari struma nodosa non toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya.Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo atau hipertiroidi.
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan petanda Tumor (tumor marker).Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total.Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
B. Saran
Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa, namun penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.
1. Untuk Dosen mata kuliah KMB III kami mengharapkan dapat disimpan di perpustakaan untuk bahan bacaan dan dijadikan literatur dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2. Untuk Mahasiswa D III keperawatan UB kami mengharapkan makalah kami ini dapat dijadikan bahan bacaan yang menambah wawasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar